Sejak Kapan Baptisan Air Secara Selam Berubah Menjadi Baptis Percik?

Kapan Baptisan Air Berubah dari Selam Menjadi Percik?

Salah satu ritual wajib seorang Kristiani adalah menjalani Baptisan Air. Namun tidak dipungkiri bahwa sedikitnya ada dua macam cara baptisan, yakni baptisan selam dan baptisan percik. Lantas timbul pertanyaan: mengapa terdapat tata cara berbeda mengenai ritual baptisan ini?

Thomas Aquinas menyatakan bahwa baptisanselam adalah metode yang lebih aman, karena lebih alkitabiah. Kitab Injilmencatat bahwa dahulu Yohanes Pembaptis melakukan baptisan selam. Hal itu disimpulkan dari peristiwa ketika Yesus dibaptis oleh Yohanes, dikatakan: ”Sesudah dibaptis, Yesus keluar dari air”.Lantas kapankah ritual baptisan berubah dari baptis selam menjadibaptis percik?

Menurut sejarah baptisan, tradisi baptisan percik berawal tatkala seluruh kekaisaran Romawi harus memeluk agama Kristen, karena Kaisar Theodosius di tahun 380 M, mengeluarkan “dekrit/edict Theodosius” yang isinya mengatakan bahwa “Agama kekaisaran Romawi adalah agama Kristen“.

Dampak dari keputusan tersebut, adalah Kristenisasi massal di seluruh wilayah kekaisaran Romawi (Kalau tidak menjadi Kristen, akan berhadapan dengan tentara Romawi dan dihukum). Akibat kristenisasi massal tersebut, maka terjadilah baptisan selam besar-besaran. Situasi yang seperti itu, membuat kolam-kolam dan sungai-sungai menjadi sangat sesak. Akibatnya untuk memudahkan, maka orang-orang tersebut akhirnya dipercik dengan air. Alasan “praktis” yang terjadi karena sikon yang darurat itu, kemudian dijadikan “tradisi” oleh gereja Katolik (ingat saat itu di Barat, tidak ada aliran2 gereja, hanya ada gereja Katolik).

Lalu juga,

akhirnya di tahun 1311 dalam Konsili Ravenna, Gereja Katolik meresmikan “baptisan percik” sebagaisatu-satunya cara baptis yang dilakukan gereja. Alasannya adalah baptisan selam tidak lagi penting sebab cara baru yaitu dengan dipercik adalah cara baptis yang dipakai gereja. (Baptism went for many years without change until the Catholic Church made the distinction that full immersion was no longer necessary in 1311 at the Council of Ravenna. They determined that full immersion was unnecessary and the term ‘pouring’ was the new accepted way of performing the baptism).

Demikianlah baptisan percik menjadi satu-satunya cara membaptis bagi petobat baru yang dipakai oleh Gereja Katolik sejak tahun 1311. Jadi kondisi darurat lah yang mendorong gereja Katolik saat itu untukmengambil langkah praktis, dengan memercik orang yang dibaptis, dengan alasan kurangnya air. Menurut kitab nabi Musa, jika seorang lelaki mengalami ”mimpi basah” di malam hari, maka ia menjadi najis sampai matahari terbenam. Dan untuk pemtahirannya (menyucikan diri dari kenajisan), maka ia harus mengguyur seluruh tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, atau menenggelamkan seluruh badannya ke dalam air. Inilah sepertinya yang mengacu kepada baptisan air yang benar.

Jadi, baptisan mula-mula diduga kuat adalah baptis selam, dan tradisi baptisan percik baru dimulai sejak tahun 1311.

Mengenal sistem pembelajaran masyarakat Yahudi

Sistem pembelajaran dalam masyarakat Yahudi adalah sistem pengelompokan umur. Ketika anak-anak sudah berumur 5 tahun, maka ia sudah bisa diajar tentang kitab suci atau Alkitab, meskipun sejauh mendengarkan ceritera atau penuturan ayahnya, atau dilakukan secara verbal.  Pada umur 10 tahun, mereka diajar tentang Mishna (repetisi). Mishna adalah dasar-dasar pengajaran dan menjadi bagian dari kitab Talmud yang berisi tulisan-tulisan para pemimpin agama Yahudi. Mishna juga masih diajarkan secara verbal oleh seorang rabi (guru) kepada murid.

Pada umur 13 tahun, anak-anak Yahudi diajarkan tentang hukum-hukum Tuhan (10 Hukum). Lalu pada usia 15 tahun, mereka diajarkan tentang Talmud.

Pada umur 18 tahun, remaja-remaja Yahudi diajarkan tentang bagaimana mendapatkan seorang isteri. Pada era Perjanjian Lama, sistem pembelajaran Yahudi hanya ditujukan untuk kaum pria, sedangkan anak-anak perempuan akan diajar oleh ibu mereka mengenai tugas-tugas wanita dalam sebuah rumah tangga.

Pada umur 20 tahun, pemuda-pemuda Yahudi didorong untuk suatu panggilan.

Pada umur 30 tahun, pemuda Israel diajar untuk otoritas. Apakah karena itu, maka Yesus mulai melakukan pekerjaan-Nya? yang disesuaikan dengan tradisi yang berlaku di Israel pada waktu itu? Kemungkinan besar adalah begitu.

Pada umur 40 tahun untuk penajaman pemikiran. Pada usia 50 tahun untuk menjadi anggota konsil, mungkin setara anggota DPR di Indonesia saat ini. Pada umur 60 tahun menjadi tua-tua (elder). Terakhir pada umur 70 tahun untuk rambut putih dan kekuatan khusus.

Perlu juga kita ketahui, bahwa sesuai tuntunan Taurat, maka setiap hari seorang kepala rumah tangga diseyogyakan mengajari keluarganya untuk merenungkan Taurat Tuhan.

Jika sistem pembelajaran Yahudi ini dibandingkan dengan kebiasaan orang-orang Kristen saat ini, mungkin kita perlu merasa malu. Sebab ada gereja yang kurang mendorong jemaat untuk mempunyai waktu setiap hari untuk merenungkan Firman Tuhan, seperti tradisi Yahudi tersebut. Malah tidak sedikit yang membaca kitab suci hanya satu kali dalam seminggu, yaitu saat mengikuti ibadah. Yang lebih parah lagi adalah gereja yang tidak menganjurkan jemaat membawa dan membaca kitab suci dalam suatu ibadah atau kebaktian.

Jika bangsa Yahudi diberkati lebih, oleh sebab mereka patuh untuk merenungkan Firman Tuhan siang dan malam, maka kita tidak perlu mengeluh jika merasa kurang diberkati Tuhan, apabila selama ini memang kita kurang melakukan ibadah harian kepada Tuhan.

Sumber: Ceramah Dr. Marulak Pasaribu

Galau Arwah Wanita yang Terpaksa Murtad

Gereja Kerasulan Baru Magelang Jl Brigjen Katamso 12 Kota MagelangKisah nyata wanita Kristen (Kerasulan Baru) yang karena menikah dengan pria lain agama (non Kristen) terpaksa murtad, tetapi sebenarnya hatinya senantiasa rindu untuk beribadah di Gereja (GKBI – Gereja Kerasulan Baru di Indonesia), namun tidak diijinkan oleh suaminya, sampai suatu pagi tiba-tiba saja wanita ini meninggal dunia, lalu dikuburkan secara Islam, akan tetapi petang hari setelah dikuburkan, arwahnya merasuki saudari iparnya dan arwah itu berkata:”Aduh, tolong, semuanya gelap, tidak tahu harus lewat mana,..” kira2 seperti itu, lalu didoakan oleh keluarganya, dan    setelah doa selesai, yang kerasukan langsung sadar.

Nama wanita ini Ibu Latiati, dulunya warga Gereja Kerasulan Baru di desa Gunung Reja, dulunya nama desa tsb Tjidrudju (Cidruju), kec Sidareja, kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Pernah menikah dengan suami pertama, tetapi meninggal, lalu janda ini menikah dengan seorang lelaki muslim, inisialnya Thrn, mereka menikah sekitar 3 th lalu. Dengan suami kedua ini praktis sdr Latiati tidak boleh kebaktian di Gereja, dan di bawah kondisi ini terpaksalah wanita ini murtad. Kabar baiknya adalah: bahwa Ibu Latiati seringkali mengeluh kepada saudara-saudaranya bahwa sebenarnya hatinya masih Kristen, ingin beribadah ke Gereja, namun apa boleh buat, nggak diijinkan suaminya.

Sampai pada suatu pagi, hari Minggu tanggal 21 Oktober 2012, wanita ini kedapatan tergeletak di dekat daun pintu kamar tidurnya dengan tangan masih memegang handphone, tetapi di kamar tsb dia bersama anaknya yang masih berumur 3 tahun. Mengira ibunya tidur dan nggak mau dibangunin, anak 3 th ini menyeret kursi untuk mengambil anak kunci yang digantungkan di atas, dan dia membuka pintu kamar. Ketahuanlah oleh keluarganya bahwa ternyata Ibu Latiati ini sudah meninggal, sekitar pukul 04.30 WIB.

Sekitar jam 11 siang, jasad Latiati dikuburkan secara muslim.

Lalu sore harinya, seorang kakak ipar (wanita) baru datang dari luar kota, dan mengeluh kakinya kesemutan, minta dipijitin dan “diblonyohi”, sementara Ibu Endang, yang menuturkan kesaksian ini, yakni adik dari Ibu Latiati, Ibu Endang menyiapkan air panas buat merendam kaki kakak iparnya yang kesemutan. Belum lagi siap, sang kakak seperti pingsan, tangan dan kakinya dingin sekali, dan bermanifestasi, kesurupan.

“Aduh, peteng, ora weruh dalan, kudu liwat ngendi yo? Aku bingung, aku bingung,…” (Aduh, gelap, tidak bisa lihat jalan, harus lewat mana? … ). Begitu kira-kira kata-kata yang keluar dari mulut sang kakak ipar yang kesurupan.

Lalu anggota keluarga (Kristen, GKBI) berkumpul dan berdoa. Ada yang berdoa Bapa Kami, lalu berdoa untuk minta pengampunan dan pertolongan Tuhan Yesus agar arwah Ibu Latiati ditolong Tuhan Yesus.

Ajaibnya, ketika doa selesai, sang kakak ipar yang kesurupan langsung sadar, puji Tuhan.

Seperti diketahui, Gereja Kerasulan Baru mempunyai acara rutin, Kebaktian Istimewa yang dilakukan 3 bulan sekali, yakni Kebaktian khusus melayani orang-orang mati, dan dua minggu setelah kejadian meninggalnya Ibu Latiati adalah tepat diadakan Kebaktian Istimewa, yaitu hari Minggu, 4 November 2012. Liwat kebaktian ini, seorang arwah diwakili oleh seorang yang masih hidup untuk dibaptis dalam nama Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus, memenuhi Hukum Kerajaan Allah.

Tidak lama sesudah Kebaktian Istimewa tersebut, seorang kerabat bermimpi ditemui Ibu Latiati yang berkata bahwa sekarang dia sudah bahagia.

Jika kejadian ini benar demikian, maka benang merahnya adalah: sekalipun seseorang – oleh karena keadaan – terpaksa murtad, akan tetapi hatinya masih tetap percaya kepada Tuhan Yesus, jadi meskipun fisiknya non-Kristen, akan tetapi dengan kondisinya itu bathinnya sebenarnya merindukan Tuhan Yesus, maka sesungguhnya Tuhan adalah Dia yang melihat hati.

Shalom.

Paduan Suara Tanpa Ujud di RS Bethesda Yogyakarta

Kisah ini sebagaimana dituturkan oleh sdr Rina yang menceriterakan sebuah kejadian misterius mengiringi saat-saat jelang meninggalnya ayahanda tercinta. Nama almarhum adalah bp. Hendro Hartono, seorang warga Gereja Kerasulan Baru Magelang. Selama beberapa minggu beliau dalam keadaan sakit (diabetes?) dirawat di RS Bethesda Yogyakarta, dan meninggal dini hari, sekitar pukul 04.30 WIB dinihari di rumah sakit tersebut, tetapi dalam waktu 2,5 jam di bangsal tersebut terdengar paduan suara yang cukup keras yang didengar oleh setidaknya 4 (empat) orang yang mendengar secara bersamaan, dalam bahasa asing (diduga bahasa Belanda – pen).

Almarhum mempunyai dua orang puteri, yaitu Dian (sulung) dan Rina (bungsu) dan seorang isteri. Almarhum dulunya seorang muslim, lalu convert ke Kristen, menjadi warga Gereja Kerasulan Baru Magelang, dan penulis cukup dekat dengan keluarga ini.

Pada hari itu, almarhum yang berada di salah satu bangsal RS Bethesda, ditunggui oleh isterinya, yaitu Ibu Hendro (Ibu Yanti), dan mbak Dian (sulung), sementara itu Rina, si bungsu, berada di rumah, di Magelang (45 km arah utara Kota Yogyakarta). Sekitar jam 02.00 dinihari, Rina mendengar seseorang mengetuk pintu depan rumah, lalu sambil terkantuk-kantuk Rina mengintip dari kaca jendela: “Eh, papa,..” gumamnya dalam hati. Lalu Rina membuka pintu depan rumah.

“Lho, pah, kok pulang sendirian? Sama siapa?” tanya Rina. Dia melihat papanya memakai pakaian putih, tetapi kok sendiri saja.

“Rin, tolong besok kamu ke Bethesda, papa dibawain Jas warna ABU-ABU, dan bawakan juga baju2 yang bagus buat mamah dan kakamu Dian. Besok mau ada pesta” kata pak Hendro.

Pak Hendro sempat masuk ke dalam rumah, lalu berpamitan untuk kembali ke RS Bethesda. Anehnya, begitu sampai ke halaman luar, papahnya Rina terus menghilang.

Rina menutup pintu depan dan kembali masuk ke kamar tidur dengan perasaan aneh, tetapi dia tidak membangunkan pakdenya.

Tidak berapa lama, ada telpon dari Mamahnya, kalau papah koma,…

Jam 04.30 ada telpon masuk, papah meninggal dunia. Rina menangis,… Lalu mamahnya pesan kepada Rina agar paginya ke RS Bethesda sambil membawa setelan jas almarhum papahnya. Pakdenya Rina membantunya mencari setelan jas almarhum, dan tanya warna apa.

“Yang mana Rin? Setelan jas yang hitam pa?” kata pakdenya Rina.

“Bukan, pakde. Papa udah pesan ke Rina, untuk dibawakan setelan jas warna ABU-ABU” jawab Rina.

“Lho, kapan papahmu bilang ke kamu?” tanya pakdenya sedikit heran.

“Tadi, jam 2 an papa ke sini nemuin Rina” jawab gadis itu. Lalu Rina secara singkat menceriterakan bagaimana “papahnya” datang sekitar jam 02.00 malam tadi.

Sedikit kilas balik.

Ketika roh pak Hendra menemui Rina (paragraf 2&3 di atas) saat itu lebih kurang jam 02.00 WIB dini hari.  Sementara itu, pada saat yang sama, di RS Bethesda ternyata ada kejadian cukup misterius. Mulai jam tersebut, mbak Dian mendengar suara ada paduan suara yang cukup keras, seperti paduan suara sebuah gereja. Selain mbak Dian, sedikitnya dilaporkan ada tiga orang lainnya yang mendengar suara aneh itu. Kejadian ini tercatat tanggal 25 September 2004 (jika ada kesalahan tanggal, segera akan kami koreksi) di RS Bethesda Yogyakarta.

Ada yang komplain kepada perawat: “Mbak, tolong tape recordernya dikecilkan, suaranya terlalu keras. Kasihan pasien, khan terganggu.”

“Suara apa? Kami tidak mendengar suara apa-apa. Ini kan rumah sakit” jawab petugas, karena memang dia tidak menghidupkan perangkat semacam tape recorder.

Ya, dilaporkan, suara paduan suara yang didengarkan oleh 4 orang itu cukup keras, dan tidak tahu sumber suaranya dari mana. Ini aneh. Tidak semua orang mendengar suara itu.

Masih ada kejadian lain yang dilaporkan. Ada orang yang melihat “dua orang” berpakaian putih berada di sekitar bangsal tempat almarhum pak Hendro terbaring, tetapi tidak semua orang melihat sosok dua orang itu.

Lebih kurang pukul 04.30 dinihari, pak Hendro dinyatakan telah meninggal dunia, menghembuskan nafas terakhirnya. Tepat pada jam tersebut, suara paduan suara seketika berhenti, dan sosok “dua orang berpakaian putih” juga lenyap.

TUJUH SINAR

Ketika dilakukan prosesi pemakaman, seseorang melakukan pemotretan kepada peti jenazah, menggunakan kamera digital. Dilaporkan, ada terlihat tujuh sinar memancar dari peti jenazah ke atas.

Seorang sahabat berkata kepada saya: “Tahu tidak, mas Hari, apa arti tujuh sinar itu?”

“Lha, apa?” tanyaku.

“Malaikat” jawab teman saya mantap.

Puji Tuhan

Ampuhnya memperkatakan Mazmur 91

Seorang hamba Tuhan mengisahkan sebuah peristiwa yang beliau pernah alami, bagaimana seorang paranormal kehilangan beberapa ekor jin yang selama ini dia piara. Hamba Tuhan ini pernah melayani di gereja Tiberias selama beberapa Tahun, dan hampir semua mall besar di Jakarta sudah beliau kunjungi (kotbah), tetapi ketika Tuhan menyuruhnya, dia sekarang pindah ke Jogyakarta untuk menggembalakan kota Gudeg ini.

Pada waktu itu beliau sedang dalam perjalanan, berada dalam sebuah kendaraan umum (kereta api?). Beliau sudah membiasakan diri, sebelum bepergian ke suatu tempat, apalagi untuk tugas pemberitaan injil, beliau terlebih dahulu memperkatakan dengan iman, beberapa ayat dari kitab Mazmur 91.

Sebab TUHAN ialah tempat perlindunganku, Yang Maha Tinggi adalah tempat perteduhanku.
malapetaka tidak akan menimpa aku, dan tulah tidak akan mendekat kepada rumahku.
Sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadaku untuk menjaga aku di segala jalanku. (bd Mazmur 91:9-11)

Di kereta itu, hamba Tuhan itu tertidur lelap. Tetapi tepat di kursi seberang lorong kereta, adalah seorang yang gelisah, celingukan, dia seorang paranormal, merasa sedang “diserang” seperti sebuah serangan santet.

Dia pandang ke kiri kanan mau cari tahu siapa yang yang sedang menyerangnya. Tatapan matanya tertuju kepada seorang lelaki di seberang lorong, ialah sang hamba Tuhan kita,: “Ah, mana mungkin dia, karena dia sedang tidur, mustahil dia sedang nyantet pula” pikir orang tersebut.

Penasaran, dengan kemampuan yang dia miliki, sang paranormal melihat isi kopor yang berada dekat orang yang sedang tidur itu. Alkitab, ya, di dalam kopor ada alkitab, dan orangnya sedang tidur,tetapi dia curiga bahwa orang itulah pelakunya.
Tak berapa lama, sang hamba Tuhan terjaga, dan singkat ceritera mereka terlibat pembicaraan.

Dari pembicaraan itu tahulah sang hamba Tuhan bahwa orang yang mengajaknya bicara adalah seorang paranormal. Dia memelihara (bekerjasama dengan) banyak jin, yang dengan jin-jin itulah ia juga bisa menyantet seseorang. Paranormal itu mengaku memiliki ilmu setingkat dengan para pemburu hantu. Merasa dapat momen yang bagus, penginjil kita memberitakan injil kepada sang paranormal, kemudian mereka bertukar nomor telpon.

Dan ketika tiba di sebuah stasiun, mereka berpisah, namun sang paranormal masih dengan tatapan seperti seseorang yang keheranan.

Kemudian penginjil kita keluar dari stasiun dan naik taksi, dan sebuah sms masuk, rupa-rupanya dari sang paranormal, dia berkata bahwa dia kehilangan 9 ekor jin. Rupa-rupanya ada 9 ekor jin yang mengikuti sang hamba Tuhan, sepertinya untuk menyerangnya, tetapi tidak bisa.

Handai taulan yang dikasihi Tuhan.

Ketika kita meyakini bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan, misalnya ayat-ayat di Mazmur 91:9-11 diyakini sebagai sebuah kebenaran dan kita ucapkan dengan tanpa ragu-ragu, maka Tuhan akan memperlakukan kita, orang-orang yang berhak memperoleh keselamatan, sesuai iman kita, yang dalam hal ini, TUHAN akan mengirimkan malaikat-malaikat-Nya untuk melindungi kita dari marabahaya.

Jika seorang selebriti mampu menyewa body-guard, maka mereka masih bisa tertidur dan mengantuk, namun juga tidak akan mampu menjagai selebritis dari serangan-serangan yang tidak kasat mata, yang memang ada. Tetapi kalau kita dikawal malaikat-malaikat, maka sesungguhnya kita bisa mendapatkan perlindungan yang sempurna.

Salam.