Kisah ini sebagaimana dituturkan oleh sdr Rina yang menceriterakan sebuah kejadian misterius mengiringi saat-saat jelang meninggalnya ayahanda tercinta. Nama almarhum adalah bp. Hendro Hartono, seorang warga Gereja Kerasulan Baru Magelang. Selama beberapa minggu beliau dalam keadaan sakit (diabetes?) dirawat di RS Bethesda Yogyakarta, dan meninggal dini hari, sekitar pukul 04.30 WIB dinihari di rumah sakit tersebut, tetapi dalam waktu 2,5 jam di bangsal tersebut terdengar paduan suara yang cukup keras yang didengar oleh setidaknya 4 (empat) orang yang mendengar secara bersamaan, dalam bahasa asing (diduga bahasa Belanda – pen).
Almarhum mempunyai dua orang puteri, yaitu Dian (sulung) dan Rina (bungsu) dan seorang isteri. Almarhum dulunya seorang muslim, lalu convert ke Kristen, menjadi warga Gereja Kerasulan Baru Magelang, dan penulis cukup dekat dengan keluarga ini.
Pada hari itu, almarhum yang berada di salah satu bangsal RS Bethesda, ditunggui oleh isterinya, yaitu Ibu Hendro (Ibu Yanti), dan mbak Dian (sulung), sementara itu Rina, si bungsu, berada di rumah, di Magelang (45 km arah utara Kota Yogyakarta). Sekitar jam 02.00 dinihari, Rina mendengar seseorang mengetuk pintu depan rumah, lalu sambil terkantuk-kantuk Rina mengintip dari kaca jendela: “Eh, papa,..” gumamnya dalam hati. Lalu Rina membuka pintu depan rumah.
“Lho, pah, kok pulang sendirian? Sama siapa?” tanya Rina. Dia melihat papanya memakai pakaian putih, tetapi kok sendiri saja.
“Rin, tolong besok kamu ke Bethesda, papa dibawain Jas warna ABU-ABU, dan bawakan juga baju2 yang bagus buat mamah dan kakamu Dian. Besok mau ada pesta” kata pak Hendro.
Pak Hendro sempat masuk ke dalam rumah, lalu berpamitan untuk kembali ke RS Bethesda. Anehnya, begitu sampai ke halaman luar, papahnya Rina terus menghilang.
Rina menutup pintu depan dan kembali masuk ke kamar tidur dengan perasaan aneh, tetapi dia tidak membangunkan pakdenya.
Tidak berapa lama, ada telpon dari Mamahnya, kalau papah koma,…
Jam 04.30 ada telpon masuk, papah meninggal dunia. Rina menangis,… Lalu mamahnya pesan kepada Rina agar paginya ke RS Bethesda sambil membawa setelan jas almarhum papahnya. Pakdenya Rina membantunya mencari setelan jas almarhum, dan tanya warna apa.
“Yang mana Rin? Setelan jas yang hitam pa?” kata pakdenya Rina.
“Bukan, pakde. Papa udah pesan ke Rina, untuk dibawakan setelan jas warna ABU-ABU” jawab Rina.
“Lho, kapan papahmu bilang ke kamu?” tanya pakdenya sedikit heran.
“Tadi, jam 2 an papa ke sini nemuin Rina” jawab gadis itu. Lalu Rina secara singkat menceriterakan bagaimana “papahnya” datang sekitar jam 02.00 malam tadi.
Sedikit kilas balik.
Ketika roh pak Hendra menemui Rina (paragraf 2&3 di atas) saat itu lebih kurang jam 02.00 WIB dini hari. Sementara itu, pada saat yang sama, di RS Bethesda ternyata ada kejadian cukup misterius. Mulai jam tersebut, mbak Dian mendengar suara ada paduan suara yang cukup keras, seperti paduan suara sebuah gereja. Selain mbak Dian, sedikitnya dilaporkan ada tiga orang lainnya yang mendengar suara aneh itu. Kejadian ini tercatat tanggal 25 September 2004 (jika ada kesalahan tanggal, segera akan kami koreksi) di RS Bethesda Yogyakarta.
Ada yang komplain kepada perawat: “Mbak, tolong tape recordernya dikecilkan, suaranya terlalu keras. Kasihan pasien, khan terganggu.”
“Suara apa? Kami tidak mendengar suara apa-apa. Ini kan rumah sakit” jawab petugas, karena memang dia tidak menghidupkan perangkat semacam tape recorder.
Ya, dilaporkan, suara paduan suara yang didengarkan oleh 4 orang itu cukup keras, dan tidak tahu sumber suaranya dari mana. Ini aneh. Tidak semua orang mendengar suara itu.
Masih ada kejadian lain yang dilaporkan. Ada orang yang melihat “dua orang” berpakaian putih berada di sekitar bangsal tempat almarhum pak Hendro terbaring, tetapi tidak semua orang melihat sosok dua orang itu.
Lebih kurang pukul 04.30 dinihari, pak Hendro dinyatakan telah meninggal dunia, menghembuskan nafas terakhirnya. Tepat pada jam tersebut, suara paduan suara seketika berhenti, dan sosok “dua orang berpakaian putih” juga lenyap.
TUJUH SINAR
Ketika dilakukan prosesi pemakaman, seseorang melakukan pemotretan kepada peti jenazah, menggunakan kamera digital. Dilaporkan, ada terlihat tujuh sinar memancar dari peti jenazah ke atas.
Seorang sahabat berkata kepada saya: “Tahu tidak, mas Hari, apa arti tujuh sinar itu?”
“Lha, apa?” tanyaku.
“Malaikat” jawab teman saya mantap.
Puji Tuhan
-7.479734
110.217694